Oleh: Nizar Aditya Rozani - Mahasiswa FE Unlam Banjarmasin
Bestprofit Banjarmasin - FENOMENA kekerasan seksual terhadap anak-anak, seperti yang terjadi di Jakarta International School (JIS), memang sangat memprihatinkan. Apalagi, setelah kasus As alias Emon terkuak di Sukabumi, kini bermunculan kasus serupa di Lampung, Sumedang, Batam, Aceh, Malang, Pekan Baru Riau, Medan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah-daerah lainnya.
Hal ini bisa dikatakan sebagai krisis multidimensi sekarang sedang melanda Indonesia, yang lahir sebagai akibat adanya pemisahan antara aspek intelektual, emosional dan spiritual dalam sistem pendidikan kita pada masa lalu.
Namun, sekarang para ahli mulai berubah mazhab, dari mengukur kecerdasan seseorang dengan IQ kepada mengukur kecerdasan emosional. Jika semua potensi ini ditumbuhkembangkan dan dibina dengan baik, maka martabat manusia akan berada dalam posisi yang membahagiakan baik di dunia maupun di akhirat.
Bestprofit Banjarmasin - FENOMENA kekerasan seksual terhadap anak-anak, seperti yang terjadi di Jakarta International School (JIS), memang sangat memprihatinkan. Apalagi, setelah kasus As alias Emon terkuak di Sukabumi, kini bermunculan kasus serupa di Lampung, Sumedang, Batam, Aceh, Malang, Pekan Baru Riau, Medan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah-daerah lainnya.
Hal ini bisa dikatakan sebagai krisis multidimensi sekarang sedang melanda Indonesia, yang lahir sebagai akibat adanya pemisahan antara aspek intelektual, emosional dan spiritual dalam sistem pendidikan kita pada masa lalu.
Namun, sekarang para ahli mulai berubah mazhab, dari mengukur kecerdasan seseorang dengan IQ kepada mengukur kecerdasan emosional. Jika semua potensi ini ditumbuhkembangkan dan dibina dengan baik, maka martabat manusia akan berada dalam posisi yang membahagiakan baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam perkembangannya kecerdasan emosional tidak cukup, khususnya bagi pengembangan kejiwaan yang berdimensi ketuhanan. Kecerdasan emosional lebih berpusat pada rekonstruksi hubungan yang bersifat horizontal (sosial), sementara itu ada dimensi lain yang tidak kalah pentingnya bagi kehidupan umat manusia, yaitu hubungan vertikal atau sering disebut dengan istilah kecerdasan spiritual (Spiritual Qoutient).
Oleh karena itu, jika kita ingin keluar dan terbebas dari krisis multidimensi ini, maka tidak ada jalan lain bahwa kita harus menumbuhkembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa-siswa kita, minimal potensi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Dengan begitu, generasi muda kita pada masa yang akan datang tidak ada lagi yang menjadi predator seks terhadap bocah.
Sebab, korban pedofilia bisa menyebabkan trauma berantai yang dapat melahirkan predator-predator seks baru jika penanganan/reatment recoverynya tidak tuntas dan komprehensip.
Terjadinya ketidakseimbangan antara IQ, EQ dan SQ dalam diri pelajar dan mahasiswa di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Pendidikan saat ini cenderung hanya berupa pengajaran, bukan pendidikan; 2. Pendidikan saat ini sudah berubah dari orientasi nilai dan idealisme yang berjangka panjang kepada yang bersifat materialisme, individualisme dan mementingkan tujuan jangka pendek; 3. Metode pendidikan yang diterapkan tidak bertolak dari pola pikir humanisme, yang melihat siswa sebagai subyek bukan obyek.
Sumber : www.banjarmasin.tribunnews.com
Oleh karena itu, jika kita ingin keluar dan terbebas dari krisis multidimensi ini, maka tidak ada jalan lain bahwa kita harus menumbuhkembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa-siswa kita, minimal potensi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Dengan begitu, generasi muda kita pada masa yang akan datang tidak ada lagi yang menjadi predator seks terhadap bocah.
Sebab, korban pedofilia bisa menyebabkan trauma berantai yang dapat melahirkan predator-predator seks baru jika penanganan/reatment recoverynya tidak tuntas dan komprehensip.
Terjadinya ketidakseimbangan antara IQ, EQ dan SQ dalam diri pelajar dan mahasiswa di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Pendidikan saat ini cenderung hanya berupa pengajaran, bukan pendidikan; 2. Pendidikan saat ini sudah berubah dari orientasi nilai dan idealisme yang berjangka panjang kepada yang bersifat materialisme, individualisme dan mementingkan tujuan jangka pendek; 3. Metode pendidikan yang diterapkan tidak bertolak dari pola pikir humanisme, yang melihat siswa sebagai subyek bukan obyek.
Sumber : www.banjarmasin.tribunnews.com